Beranda Kampus Anggaran Pendidikan 20 Persen Jangan Hanya Menjadi Komoditas Politik

Anggaran Pendidikan 20 Persen Jangan Hanya Menjadi Komoditas Politik

240

Anggaran pendidikan jangan hanya menjadi komoditas politik. Selama ini, terkesan, anggaran pendidikan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN menjadi retorika politik guna meningkatkan citra dan alat posisi tawar antarelite-elite politik ketimbang direalisasikan dengan tujuan membangun pendidikan bermutu.

”Sekalipun ada desakan tahun 2009 anggaran pendidikan harus 20 persen dari APBN, itu tidak akan memberikan makna apa- apa terhadap alokasi anggaran pendidikan jika sistemnya tidak berubah,” ujar Roy Salam dari Divisi Politik Anggaran Negara Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran dalam jumpa pers tentang anggaran pendidikan di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jumat (15/8).

Menurutnya, perubahan anggaran pendidikan menjadi 20 persen baru bermakna jika betul- betul untuk pendidikan dan pemerintah tidak bermain-main dengan beragam dalih dan kalkulasi yang menyesatkan.

Sebagai contoh, pemerintah sebelumnya memasukkan anggaran 20 persen ini termasuk gaji guru. Pemerintah semakin merasa benar ketika permohonan pengujian perundangan de- ngan tujuan gaji pendidik masuk ke dalam anggaran pendidikan dikabulkan Mahkamah Konstitusi.

”Kami mendukung peningkatan kesejahteraan guru, namun gaji tidak dimasukkan sebagai anggaran pendidikan,” kata Manajer Monitoring Pelayanan Publik ICW, Ade Irawan.

Menurut Ade, dengan dimasukkannya gaji pendidik berarti sebagian besar anggaran pendidikan akan habis untuk biaya operasional dan administratif. Apalagi jumlah pendidik sangat besar, karena di dalamnya termasuk guru, tutor, dan dosen. Belum lagi dengan adanya tunjangan profesi pendidikan.

Negara lepas tangan

Aktivis Aliansi Orangtua Peduli Pendidikan, Jumono, mengatakan, minimnya anggaran pendidikan menjadi beban bagi masyarakat. Dia mencontohkan, unit cost atau besaran biaya rata- rata untuk jenjang sekolah dasar seharusnya Rp 750.000 per siswa per tahun. Namun, pemerintah hanya memberikan bantuan operasional jenjang sekolah dasar sebesar Rp 254.000 per siswa per tahun dalam bentuk bantuan operasional sekolah (BOS).

Adapun jenjang SMP, unit cost setidaknya sebesar Rp 1,5 juta per tahun, tetapi BOS yang dikucurkan hanya Rp 354.000 siswa per tahun. ”Persoalan pendidikan yang menjadi tanggung jawab negara, sekarang dibebankan kepada masyarakat. Dengan dalih otonomi sekolah, masyarakat dan sekolah harus membiayai sendiri penyelenggaraan pendidikan. Pemerintah seolah lepas tangan dan lepas tanggung jawab,” ujarnya.

Citra naik

Secara terpisah, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengemukakan, pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total anggaran belanja dalam APBN 2009 membawa dampak pada naiknya citra pemerintah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kenaikan citra baik itu akan disyukuri sebagai pahala.

”Tujuan utamanya adalah pertama memenuhi aturan perundang-undangan. Kedua, bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bahwa itu kemudian berdampak pada pencitraan, ya itu saya kira pahala atau nikmat yang pantas dinikmati oleh mereka yang telah bekerja keras,” ujar Bambang seusai pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Gedung MPR/DPR.

Menurut Bambang, menjelang akhir masa pemerintahannya, pemerintah mampu memenuhi ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 dengan mengalokasikan 20 persen anggaran untuk pendidikan karena beban subsidi turun bersamaan dengan turunnya harga minyak mentah dunia. Kenaikan anggaran tersebut akan dibagi antara Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, dan pemerintah daerah. (INE/INU).

sumber : kompas