Beranda Christianity Haruskah Aku Mengampuni?

Haruskah Aku Mengampuni?

433

Forgive-ThemOleh Bernard Simamora
Ketika seseorang telah menyakiti kita demikian dalam bisa saja kita bergumam, “Aku tidak bisa mengampuninya!”, atau, “Tiada maaf baginya, sampai aku mati!”. “Aku dendam!”.
Celakanya, yang seringkali menyakiti itu adalah yang kita kasihi, atau setidak-tidaknya seseorang yang kita yakini mengasihi kita, namun ia menyakiti juga. Ia bisa ayah, ibu, suami, isteri, anak, kakak, adik, paman, tante, keponakan, ipar, atau siapa saja yang pernah hadir dalam kehidupan kita. “Aku tidak bisa memaafkannya”, karena dia telah sangat mengecewakan hatiku”. “Ia telah membuatku menderita!”.  “Ia telah menghancurkan hidupku!”. Pernyataan seperti di atas sudah tidak asing lagi di telinga kita. Bahkan diantara kita mungkin diam-diam masih menyimpan hal semacam itu.
Dendam, sakit hati, kebencian atau kemarahan yang tersimpan dan sikap tidak mau mengampuni ibarat bom waktu, yang sewaktu-waktu bisa meledak dan menimbulkan dampak yang sangat parah. Hal semacam itu akan menjadi beban berat sepanjang waktu, menguras tenaga, pikiran, bahkan ketika yang menyakiti hati kita sudah lupa ia pernah menyakiti kita, dalam hati kita masih tertanam dalam. Ini berdampak buruk bagi diri sendiri dan orang-orang yang berada di sekelilingnya. Sikap tidak mau mengampuni seperti bau busuk yang memikat roh jahat untuk datang mendekat dan menetap di dalam hidup kita.
Selain membuka pintu untuk dikuasai oleh roh jahat, sikap tidak mau mengampuni juga bisa membawa efek lain bagi jiwa dan tubuh kita. Sikap tidak mau mengampuni akan memicu peningkatan tajam hormon adrenalin, tekanan darah mudah naik uturun, kinerja otak dan jantung tidak normal. Akibatnya akan mempercepat kerusakan sel-sel di dalam tubuh kita, penuaan dini, darah tinggi, stres, stroke, sakit jantung, dan berbagai penyakit lainnya. Sikap tidak mau mengampuni akan membuat kita menjadi orang yang tidak sabaran, penuntut, perfeksionis, tidak punya kasih, dan egois.
Lukas 15:11-32, menceritakan perumpamaan Yesus yang menggambarkan betapa sukacitanya seorang bapa yang melihat anaknya pulang ke rumah setelah meninggalkan bapanya, pergi dari kelimpahan berkat di rumah bapanya berfoya-foya menghabiskan harta bagiannya. Sebuah pesta besar diadakan oleh bapa untuk menyambut kembali anak terhilang itu. Ayahnya mengampuni si anak hilang, bukan memarahinya karena telah “durhaka” menghabiskan hartanya dan meninggalkan ayahnya.
Stephen R. Covey dalam bukunya The 7 Habits of More Effective People menyebutkan dalam Kebiasaan 1 : Jadilah Proaktif, “tidak seorang pun dapat menyakiti saya, kecuali ia saya izinkan”. Selalu ada ruang antara stimulus dan respons yang dapat kita kendalikan sendiri. Artinya, bisa saja seseorang menyakiti kita, tetapi dengan sikap proaktif kita bisa memilih mau merasa tersakiti atau tidak. Akhirnya dendam, sakit hati, kebencian atau kemarahan yang tersimpan melalui sikap tidak mau mengampuni adalah bentuk reaktivitas kita sendiri. Itu pilihan.
Mengampuni..
Sesumbar sekali mulutku ini
Harus bisa mengampuni
Nyatanya, tidak mudah semua itu disudahi
tidak mudah rasa sakit dijalani
Mengampuni..
Bukan satu dua kali
adalah proses menyangkali diri
merendah dari tingginya gengsi
Mengampuni..
Membenci kebencian
Menerima makian
Menyuarakan tangisan
Menyampaikan kehangatan
Mengampuni..
Masih layakkah hati terima diampuni
Sedang kita sering lupa mengasihi,
mengampuni..
Mengampuni..
Meski sakit berulang kali disakiti
Jatuh dalam amarah lagi
Berdirilah tegak! Jangan pernah berhenti
untuk memberi ruang dalam hati
untuk menerima dan mengampuni
(dikutip http://fiksi.kompasiana.com/puisi/2012/08/08/apakah-masih-bisa-aku-mengampuni-484352.html)

Kita sebagai orang Kristen telah diampuni oleh Tuhan, mengapa kita menolak mengampuni sesama? Kita telah diampuni, kiranya pengampunan kita teruskan juga kepada sesama. Dengan mengampuni, selain dosa diampuni, ada kelegaan dan kesembuhan jiwa. Memberi pengampunan kepada sesama memang tidaklah mudah. Namun seorang Kristiani mampu melakukannya bukan dengan kekuatan sendiri namun dengan pertolongan dan kekuatan yang berasal dari Allah saja. 2 Korintus 5:17 “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru : yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.
Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk!
Mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.
Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.
Bacaan Yos 5:9-12, Mzm 32, 2 Kor 5:16-21, Luk 5:11-32
Tuhan memberkati.
Disarikan oleh Bernard Simamora dari Khotbah Minggu Tanggal 10 Maret 2013 di GKI Maulana Yusuf Bandung