Beranda Klinik Hukum Rakyat Rindu Wajah Baru di Legislatif

Rakyat Rindu Wajah Baru di Legislatif

201

Oleh GIANIE
Masyarakat menginginkan ada perubahan di legislatif terkait dengan penetapan daftar calon anggota legislatif 2009 yang tengah diajukan partai politik ke Komisi Pemilihan Umum. Reformasi lembaga legislatif ini diharapkan bisa terwujud lewat terpilihnya wajah-wajah baru, bukan anggota Dewan yang saat ini sudah berkantor di Senayan.
Masa kerja lima tahun dirasakan sudah cukup untuk wakil rakyat periode 2004-2009 berkiprah di lembaga legislatif. Kinerja yang kurang membanggakan dan banyaknya anggota Dewan yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi karena dugaan suap atau terlibat perkara korupsi membuat masyarakat enggan memilih mereka kembali.
Hal ini menjadi benang merah hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada 10-12 September lalu. Sebagian besar responden (53 persen) menyatakan, jika pemilihan umum legislatif dilakukan saat ini, mereka akan memilih nama-nama calon anggota legislatif (caleg) yang benar-benar baru. Alasannya, citra dan kinerja anggota DPR periode saat ini dinilai buruk. Adapun responden yang tetap ingin mempertahankan ”muka-muka lama” sebanyak 12,9 persen.
Menyikapi keinginan reformasi ini, perlu upaya untuk memperkenalkan atau menyosialisasikan para caleg kepada calon pemilih sejak awal.
Dari hasil jajak pendapat diketahui bahwa tingkat pengenalan responden terhadap nama-nama caleg yang diajukan parpol, baik di tingkatan DPR maupun DPRD provinsi atau kabupaten/kota, masih sangat rendah. Masyarakat cukup tahu bahwa saat ini penyelenggaraan pemilu memasuki tahapan parpol menyerahkan nama-nama caleg ke KPU. Namun, mereka mengaku banyak yang tidak tahu aktivitas parpol dalam menjaring, menyeleksi, atau menyerahkan daftar caleg sementara di daerah mereka masing-masing. Hal ini disampaikan secara merata oleh responden di daerah perkotaan.
Tingkat pengenalan calon pemilih terhadap caleg dari daerah mereka rata-rata baru 44 persen. Mereka minimal mengetahui satu nama calon.
Tingkat pengenalan yang lebih baik terlihat di wilayah Kalimantan, 74,3 persen responden mengetahui minimal satu nama calon dari daerah mereka. Sebaliknya, terendah adalah di Jawa, 64,6 persen responden menyatakan tidak ada satu nama pun yang diketahui sebagai caleg yang mewakili daerahnya.
Nama-nama caleg yang sudah dikenal dan gampang diingat juga masih terbatas pada caleg yang diajukan partai besar seperti Partai Golongan Karya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Keadilan Sejahtera.
Responden bisa mengenal caleg-caleg dari daerahnya itu terbanyak melalui spanduk-spanduk yang terpasang di pinggir-pinggir jalan. Sejauh ini spanduk menjadi sarana paling ampuh untuk memasarkan para caleg. Masih sedikit responden yang mengenal caleg melalui iklan di media cetak atau elektronik. Hal ini bisa jadi disebabkan jalur pemasaran melalui media massa memang belum digunakan parpol.
Hambatan
Kualitas dan kompetensi caleg tetaplah menjadi acuan utama para pemilih. Akan tetapi, harapan reformasi legislatif yang dimulai dari pemasangan wajah-wajah baru akan sulit tercapai karena beberapa hal.
Sistem multipartai yang kita anut, dengan 38 parpol nasional dan enam partai lokal yang akan memeriahkan pemilu, bisa membingungkan masyarakat untuk mencermati calegnya.
Minimnya sosialisasi caleg oleh parpol, ditambah pula parpol memiliki kuasa penuh menentukan daftar calegnya, akan mengancam harapan masyarakat untuk mendapatkan wakil rakyat yang benar-benar membawa perubahan.
Sosialisasi caleg oleh parpol sangat diperlukan agar masyarakat bisa benar-benar mengetahui kualitas dan kualifikasi calon yang akan dipilih nanti. Ibaratnya, masyarakat tak ingin membeli kucing di dalam karung.
”Masyarakat perlu mengenal caleg yang diajukan parpol karena kalau tidak mengenalnya, bagaimana kita tahu mereka layak atau tidak menjadi wakil rakyat,” kata Simanjuntak, responden yang berdomisili di Medan.
Dari sosialisasi, lebih jauh juga bisa diketahui motif para caleg yang akan maju ke pemilu, ”Apakah hanya karena ingin memperkaya diri ataukah benar-benar akan mementingkan kepentingan masyarakat,” kata Gufron dari Surabaya.
Harapan publik, caleg yang akan terpilih nanti benar-benar akan membawa perubahan, terutama lebih aspiratif terhadap kepentingan masyarakat dengan menjalankan fungsi-fungsi legislasinya dengan baik.
Hal ini disampaikan sebagian besar responden (56 persen). Selanjutnya, anggota legislatif yang baru juga diharapkan bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (32,8 persen). Tidak seperti yang dicitrakan anggota Dewan yang sekarang menjabat.
Kalangan yang dipandang responden paling tepat untuk menjadi caleg masih dari jalur politik atau kader parpol (35,6 persen). Kalangan terbanyak berikutnya yang diinginkan menjadi caleg adalah dari jalur akademik (21,3 persen).
Calon dari kalangan artis atau selebriti, bahkan militer tidak begitu diharapkan responden. Kalangan ini hanya didukung kurang dari 5 persen responden.
Namun, sekali lagi kuncinya adalah sosialisasi agar pemilih mengenal caleg dari daerahnya masing-masing. Sosialisasi ini kini semakin sempit dan terbatas. Mengikuti jadwal sosialisasi caleg dari KPU yang diatur dalam Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2008, masyarakat mempunyai kesempatan untuk menyampaikan tanggapan dan masukan terhadap daftar calon sementara. Daftar calon sementara tersebut diumumkan KPU selama dua minggu, dari tanggal 26 September hingga 9 Oktober 2008.
Setelah batas itu, KPU akan meminta klarifikasi kepada parpol atas masukan dan tanggapan dari masyarakat tersebut. Penggantian dan verifikasi caleg kemudian akan berlangsung hingga akhirnya tanggal 31 Oktober 2008 KPU secara resmi mengumumkan daftar calon tetap anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Masyarakat yang tidak mengenal kualitas caleg ujung- ujungnya nanti akan memilih berdasarkan popularitas semata.(Litbang Kompas)
Sumber : kompas