Beranda Klinik Hukum Risiko Mencoblos Surat Suara Dinilai Lebih Besar

Risiko Mencoblos Surat Suara Dinilai Lebih Besar

216

Perubahan budaya pemberian suara secara drastis, dari mencoblos menjadi memberi tanda atau mencontreng, memang akan mengejutkan masyarakat. Namun, hal ini bisa diatasi dengan sosialisasi yang gencar oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU dan seluruh pihak yang peduli dengan peningkatan kualitas pemilu.
Anggota Badan Pengawas Pemilu, Bambang Eka Cahya Widada, di Jakarta, Minggu (21/9), mengatakan, risiko kerusakan suara dan manipulasi surat suara dengan mencoblos jauh lebih besar dibandingkan pemberian suara dengan memberikan tanda.
Dengan peserta pemilu nasional sebanyak 38 parpol dan kewajiban untuk mencantumkan nama calon anggota legislatif (caleg) setiap partai, surat suara menjadi sangat besar. Secara psikologis, ini membuat pemilih malas membuka surat suara secara utuh. Akibatnya, kemungkinan untuk mencoblos asal-asalan dan tembus ke bagian surat suara yang lain sangat besar.
”Ini akan membuat banyak surat suara yang rusak dan tidak sah,” katanya. Selain itu, dengan memberi tanda, surat suara yang rusak tidak terlalu parah, seperti berlubang kecil, masih dapat digunakan. Hal ini akan menghemat anggaran pemilu.
KPU kini sudah menentukan pemberian suara akan dilakukan dengan memberi tanda centang atau contreng. Pemberian suara cara ini sedang disimulasi di Papua dan Jawa Timur, Senin ini. Simulasi berikutnya dilakukan di Aceh setelah Lebaran.
Bambang menambahkan, kecenderungan global dalam pemberian suara pada pemilu adalah dengan memberi tanda dengan berbagai pola, mulai dari mencentang, melingkari, menyilang, atau menggarisbawahi. Saat ini hanya Kamerun dan Indonesia yang masih menggunakan cara mencoblos.
Peneliti Senior Centre for Electoral Reform (Cetro), Partono, menilai, simulasi yang dilakukan lembaganya jauh-jauh hari sebelum ketentuan UU tentang mekanisme pemberian suara dengan memberi tanda disahkan menunjukkan masyarakat tidak terlalu mempermasalahkan pemberian tanda dengan mencoblos atau mencentang.
Kekhawatiran sejumlah partai, dengan menandai akan membuat banyak suara tak sah, tidak beralasan. Wacana itu untuk mengalihkan isu terkait keinginan sejumlah partai untuk merevisi terbatas penentuan caleg terpilih.
Dari Yogyakarta, Sabtu, Ketua KPU Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Suparman Marzuki meminta KPU Pusat mempertimbangkan rencana mengganti tata cara pemilihan, dari mencoblos jadi mencontreng, dalam Pemilu 2009. Hal ini dinilai menyulitkan pemilih di daerah dan berpotensi menimbulkan banyak surat suara tidak sah.
Di Surabaya, Jawa Timur, pekan lalu, Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) juga merasa dirugikan dengan format suara dan cara memilih dalam Pemilu 2009 yang tidak lagi mencoblos. (mzw/eng/ina)
Sumber : kompas